Andalan

Nino Nurmadi , S.Kom , Islami , Iman , Ikhsan, Haji, Umroh, Doa, Shalat, Puasa, Zakat,

Kisah Hikmah Islami
Sungguh Allah Lebih Gembira
Ada seseorang akan bepergian melewati padang pasir yang luas. Ia telah mempersiapkan perbekalannya, baik makanan ataupun minuman selama perjalanan itu pada onta, yang juga jadi kendaraannya. Di tengah padang pasir yang begitu panasnya, ia ingin beristirahat di bawah suatu pohon. Tetapi begitu ia turun, ontanya tersebut lepas dan melarikan diri entah kemana. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kesedihannya, apalagi semua perbekalannya ikut hilang.

Orang itu mencoba mengikuti jejak-jejak ontanya dengan harapan akan menemukannya kembali. Tetapi tidak begitu lama mengarungi padang pasir yang seolah tanpa batas itu, ia jatuh terduduk, lelah, lapar dan haus segera saja menyergapnya sehingga ia tidak mampu meneruskan langkahnya. Ia berteduh di bawah sebuah pohon dan tertidur di sana.

Entah berapa lama ia tertidur, ketika terbangun tiba-tiba dilihatnya ontanya tersebut duduk menderum di bawah pohon itu juga, masih lengkap dengan perbekalannya, tidak berkurang sedikitpun. Tidak terkira kegembiraannya melihat ontanya itu, begitu gembiranya sehingga ia salah dalam mengucap rasa syukurnya, “Allahumma anta ‘abdii, wa ana rabbuka” (Wahai Allah, Engkaulah hambaku, dan saya adalah rabb-Mu).

Padahal maksudnya ia ingin berkata : Allahumma anta rabbi wa ana ‘abduka. Kegembiraan yang begitu memuncak membuat ia salah tanpa menyadarinya dan lisannya “keseleo” mengucapkan perkataan itu.

Ia segera memeluk ontanya dan segera mengambil makanan dan minuman untuk mengobati perutnya yang telah sangat perih minta diisi.

Nabi SAW yang menceritakan kisah perumpamaan tersebut, bersabda kepada para sahabat, “Sungguh Allah lebih gembira untuk menerima taubat hamba-Nya, daripada kegembiraan orang tersebut yang menemukan kembali ontanya yang telah hilang di tengah-tengah padang sahara…!!”

Harta Yang Tidak Dizakati

Kisah Hikmah Islami
Harta Yang Tidak Dizakati
Suatu ketika Nabi SAW bersabda,”Jika seseorang mempunyai emas dan perak (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan dan dibakar di dalam jahanam, kemudian diseterikakan pada pinggang, dahi dan punggung pemiliknya. Jika telah dingin, siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”

Salah seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki unta?”

Nabi SAW bersabda,”Begitu juga dengan seseorang mempunyai unta (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, unta-untanya tersebut akan dikumpulkan pada suatu tanah lapang tanpa teringgal seekorpun, lalu akan menggigit dan menginjak-injak pemiliknya. Satu persatu akan menyiksanya hingga selesai, dan siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”

Salah seorang sahabat lainnya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki lembu (sapi) dan kambing?”

Nabi SAW bersabda,”Begitu juga dengan seseorang mempunyai lembu dan kambing (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, lembu-lembu dan kambing-kambingnya tersebut akan dikumpulkan pada suatu tanah lapang tanpa teringgal seekorpun, termasuk yang tanduknya patah, bengkok atau juga tidak bertanduk. Mereka akan menggigit dan menginjak-injak pemiliknya. Satu persatu akan menyiksanya hingga selesai, dan siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”

Sahabat lainnya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki kuda??”

Tampaknya sahabat tersebut bertanya sehubungan dengan zakat, sebagai keterkaitan dari hal yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebelumnya, tetapi jawaban beliau sama sekali tidak menghubungkan kuda dengan masalah zakat. Walaa yanthiquu ‘anil hawaa in huwa illaa wahyun yuukhaa, tidaklah Nabi SAW mengatakan sesuatu dari hawa nafsunya (termasuk analisa dan rekaan akal pikiran beliau), tetapi semua itu adalah wahyu yang diturunkan kepada beliau.

Namun demikian, sebagai seorang guru dan pendidik terbaik terhadap umat manusia, Nabi SAW masih menghubungkan masalah kuda tersebut dengan akibat di akhirat sebagaimana sebelumnya. Beliau bersabda, “Kuda itu ada tiga macam, kuda yang dapat mendatangkan dosa bagi pemiliknya, kuda yang dapat menutupi hajat (kebutuhan) pemiliknya, dan kuda yang dapat mendatangkan pahala bagi pemiliknya…..!!”

Kemudian Nabi SAW menjelaskan, bahwa kuda yang mendatangkan dosa adalah kuda yang dipelihara dengan maksud untuk sombong dan menjadi kebanggaan semata-mata. Dan juga yang digunakan untuk memerangi dan memusuhi Islam.

Kuda yang dapat menutupi hajat, adalah kuda yang dipergunakan untuk kepentingan pada jalan-jalan yang diridhai Allah, dan ia tidak melupakan hak dan kewajiban pemeliharaannya. Termasuk zakat dari harta/uang yang terkumpul dari hasil “pemanfaatan” kuda-kudanya tersebut, setelah cukup Nisab dan Haulnya.

Kuda yang dapat mendatangkan pahala adalah kuda yang dipergunakan untuk berjihad di jalan Allah dan untuk kepentingan umat Islam. Kuda semacam ini, jika ia dilepas pada suatu padang rumput atau kebun, kemudian ia makan sesuatu yang ada di situ, maka apa yang dimakan itu menjadi kebaikan (khasanat) bagi pemiliknya. Bahkan kotoran dan air kencingnya juga mempunyai nilai kebaikan di sisi Allah. Bila kuda itu terlepas dari kekangnya kemudian ia lari atau meloncat-loncat, maka jumlah langkahnya itu akan dicatat Allah sebagai kebaikan bagi pemiliknya. Jika kuda dibawa melalui sungai dan ia minum airnya, walaupun pemiliknya tidak bermaksud untuk memberinya minum, maka Allah akan mencatat air yang diminumnya itu sebagai kebaikan bagi pemiliknya.

Kuda pada penjelasan ketiga ini bisa dikatakan sebagai kendaraan atau tunggangan yang dipergunakan di jalan Allah. Karena itu bisa juga “dianalogikan” dengan alat-alat transportasi pada jaman ini, yang jika digunakan dan diinfaqkan pada jalan Allah dan kepentingan umat Islam, insyaallah akan membuahkan banyak sekali kebaikan bagi pemiliknya sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW tersebut.

Ternyata masih ada saja seorang sahabat yang bertanya berkaitan dengan penjelasan beliau itu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki keledai?”

Dan jawaban Nabi SAW mencerminkan sifat kejujuran dan ‘keshiddiqan’ sekaligus masih dihubungkan dengan masalah akhirat seperti sebelumnya, beliau bersabda, “Tentang keledai tidak diturunkan wahyu kepadaku yang menjelaskannya, kecuali suatu ayat yang bersifat umum, yakni : Faman ya’mal mistqoola dzarratin khoiron yarah, waman ya’mal mitsqoola dzarratin syarron yarah (Barang siapa yang berbuat kebaikan seberat dzarrah (atom) pastilah ia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat kejahatan seberat dzarrah pastilah ia akan melihat balasannya pula)…”

Menyantuni Tetangga Dan Anak Yatimnya

Kisah Hikmah Islami
Menyantuni Tetangga Dan Anak Yatimnya
Abdullah bin Mubarak, termasuk salah seorang ulama salaf (masa-masa setelah wafatnya Rasulullah SAW dan berakhirnya Khulafaur Rasyidin, yang masih mengikuti jalan dan teladan Rasulullah SAW dan para sahabat beliau), ketika selesai menjalankan ibadah haji, ia sempat tertidur di Baitullah tidak jauh dari Ka’bah. Tiba-tiba ia melihat suatu pemandangan dimana dua malaikat turun dari langit menuju area thawaf. Salah seorang dari mereka berkata, “Berapa orang yang berhaji tahun ini?”

Malaikat satunya berkata, “Enamratus ribu orang!!”

“Berapakah yang diterima hajinya?”

“Tidak seorangpun!!”

“Tidak seorangpun??” Tanya malaikat yang pertama, seakan tidak percaya.

Malaikat kedua berkata lagi, “Tetapi seorang tukang sol sepatu/sandal di Damaskus bernama Muwafiq yang tidak jadi berhaji, justru diterima hajinya oleh Allah. Dan berkah dari diterimanya hajinya Muwafiq ini, diterimalah semua ibadah haji pada tahun ini!!”

Abdullah bin Mubarak segera terbangun, dan terheran-heran dengan mimpi yang dialaminya. Benarkah seperti itu keadaannya? Tidak ada pilihan lain, kecuali membuktikan adanya seorang tukang sol sepatu/sepatu yang bernama Muwafiq tersebut. Dari Makkatul Mukarramah, Ibnu Mubarak tidak langsung pulang, tetapi memacu tunggangannya menuju Damaskus di Syam (Syiria).

Setibanya di sana, ia mencari tahu tentang Muwafiq tersebut, dan ternyata tidak terlalu kesulitan. Profesinya sebagai tukang sol sepatu/sandal selama puluhan tahun membuatnya ia banyak dikenal oleh orang-orang di Damaskus. Setelah ditunjukkan rumahnya dan bertemu dengan Muwafiq, Ibnul Mubarak tidak melihat sesuatu yang istimewa pada dirinya, hanya seorang lelaki sederhana, bahkan cenderung miskin, tetapi tampak jelas ketulusan dan keikhlasan pada sinar wajahnya.

Setelah dipersilahkan duduk dan memperkenal diri, Ibnul Mubarak berkata, “Kebaikan apakah yang engkau kerjakan sehingga engkau memperoleh derajad yang tinggi di sisi Allah?”

Muwafiq tampak tidak mengerti dengan pertanyaannya tersebut, dan berkata, “Ada apakah gerangan? Tiba-tiba engkau menemuiku dan bertanya seperti itu?”

Kemudian Abdullah bin Mubarak menceritakan kalau ia baru saja selesai berhaji dan mengalami mimpi seperti yang dialaminya tersebut, yang kemudian membawa langkahnya untuk menemuinya. Mata Muwafiq tampak berkaca-kaca penuh haru, dan ia hanya bisa mengucap hamdalah sebagai ungkapan rasa syukurnya. Tanpa disadarinya, menitik air matanya karena begitu bahagianya.

Setelah Muwafiq mulai bisa menguasai emosinya kembali, ia bercerita kalau sejak lama ia sangat ingin berhaji. Tetapi karena keadaannya miskin, ia harus menabung dan menyisihkan penghasilannya selama bertahun-tahun. Tahun ini ia telah mengumpulkan tigaratus dirham, cukup untuk perjalanan hajinya dan bekal kehidupan keluarga yang ditinggalkannya.

Suatu ketika, istrinya yang sedang hamil, mencium bau masakan dari rumah tetangganya. Layaknya seorang hamil muda yang ngidam, ia sangat ingin merasakan masakan tetangganya tersebut. Muwafiq telah membujuknya untuk membuatkan atau membelikan masakan yang sama, tetapi istrinya tetap menolak, kecuali masakan tetangganya itu. Dengan berat hati Muwafiq mendatangi rumah tetangganya tersebut, yang ternyata adalah seorang janda dan anak-anak yatimnya. Begitu dibukakan pintu, Muwafiq berkata, “Wahai ibu, istriku sedang hamil, dan ia membaui masakan engkau dan ingin merasakannya. Bolehkan aku meminta sedikit saja untuk memenuhi keinginannya?”

Tampak kesedihan di mata wanita itu, bahkan hampir menangis, ia berkata, “Wahai Muwafiq, makanan itu halal bagiku tetapi haram bagi engkau!!”

“Mengapa demikian?” Tanya Muwafiq terheran-heran.

Kemudian wanita janda itu menceritakan kalau dia dan anak-anak yatimnya sedang kelaparan. Telah tiga hari lamanya tidak ada makanan apapun yang masuk ke perut mereka kecuali air. Pagi hari itu ia keluar, dan ketika berjalan berkeliling ia melihat seekor keledai yang telah mati. Ia memotong sebagian daging bangkai keledai tersebut dan membawanya pulang, kemudian memasaknya. Bau masakan itulah yang sempat masuk ke rumah Muwafiq, dan membuat istrinya sangat menginginkannya.

Mendengar ceritanya itu, Muwafiq segera pulang dan mengambil simpanan tigaratus dirham yang telah dikumpulkannya selama bertahun-tahun, dan memberikannya kepada janda tersebut. Ia berkata, “Nafkahilah anak-anak yatimmu itu dengan uang ini!!”

Setelah itu ia beranjak pulang, dan ia berkata di dalam hati, “Sesungguhnya haji berada di pintu rumahku!!”

Abdullah bin Mubarak terkagum-kagum dengan cerita Muwafiq tersebut dan berkata, “Shadaqahmu kepada tetangga dan anak yatimnya itulah yang membuat hajimu diterima, dan memberkahi haji kami semua tahun ini, sehingga diterima juga di sisi Allah!!”

Hanya Mengharap Ridho Allah Swt

Kisah Hikmah Islami
Hanya Mengharap Ridho Allah Swt
Abul Qasim Junaid bin Muhammad, seorang ulama sufi yang tinggal di Baghdad, karena itu lebih dikenal dengan nama Junaid al Baghdadi, suatu ketika mengalami sakit mata yang cukup parah. Suatu malam seorang dokter mata dipanggil, dan setelah melakukan pemeriksaan dan pengobatan, sang dokter berkata, “Jika engkau ingin matamu selamat, jangan sampai kena air!!”

Salah satu amalan istiqomah yang tidak pernah ditinggalkan Junaid adalah shalat dua rakaat sebelum tidur. Baginya, ancaman kerusakan mata bila terkena air, tidaklah seberapa beratnya jika dibandingkan kehilangan dua rakaatnya tersebut. Begitu dokter itu pergi, ia segera mengambil air untuk berwudhu dan shalat dua rakaat. Junaid tidak memperdulikan lagi rasa sakit dan resiko yang terjadi dengan matanya, yang terpenting ia tidak meninggalkan amalan istiqomahnya demi untuk memperoleh keridhoan Allah. Setelah itu ia tidur.

Menjelang waktu subuh, Junaid bangun dari tidurnya, dan ia keheranan karena rasa sakit di matanya telah hilang. Bahkan penglihatannya jauh lebih baik dibandingkan sebelum sakit. Dalam keheranannya itu, tiba-tiba ia mendengar suara tanpa wujud (hatif), “Junaid telah berani mengorbankan matanya untuk ridho-Ku. Seandainya para ahli neraka jahanam (yakni orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah) meminta (ampunan) kepada-Ku dengan semangat yang dimiliki Junaid, pastilah Aku akan memenuhi permintaan mereka!!”

Keesokan harinya, dokter mata itu datang lagi untuk memeriksa keadaan Junaid, dan ia terheran-heran karena matanya telah sembuh total. Sang dokter berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan matamu itu?”

“Aku berwudhu dan shalat dua rakaat!!” Kata Junaid.

Dokter itu terkesima dengan jawaban Junaid, berwudhu berarti terkena air, tetapi ternyata matanya malah sembuh. Segera saja ia berkata, “Itu adalah obat dari Tuhan Yang Maha Pencipta, bukan obat dari mahluk. Sesungguhnya akulah yang selama ini sakit mata (hati), dan engkau, wahai Junaid sebagai dokternya!!”

Kemudian dokter mata yang beragama Nashrani itu mengucap syahadat, menyatakan diri memeluk Islam di hadapan Junaid.

Khalifah Ali Membagi Warisan

Kisah Hikmah Islami
Khalifah Ali Membagi Warisan
Seorang lelaki saleh yang mempunyai tiga orang anak lelaki, dan istrinya telah meninggal, suatu memanggil anak-anaknya dan berkata, “Wahai anak-anakku, kalau kelak aku meninggal, hendaknya kalian tetap rukun dan saling membantu seperti saat ini. Harta peninggalanku, hendaknya engkau bagi sesuai pesanku. Engkau yang tertua, karena telah mapan dan mempunyai penghasilan yang mencukupi, memperoleh seper-sembilannya, engkau yang nomor dua memperoleh seper-tiganya, dan engkau terkecil memperoleh seper-duanya. Tetapi ingatlah, kalian harus tetap rukun dan saling menolong satu sama lainnya. Janganlah bermusuhan hanya karena berebut harta dunia, sesungguhnya kehidupan di dunia itu hanya sesaat…!!”

Dalam riwayat lain disebutkan, yang tertua, karena kebutuhannya lebih banyak, ia memperoleh seper-duanya, sedang yang terkecil, karena kebutuhannya masih sedikit, ia memperoleh seper-sembilannya. Yang nomor dua tetap memperoleh seper-tiganya.

Beberapa waktu kemudian lelaki tersebut meninggal dunia. Karena anak-anaknya juga saleh sebagaimana didikan ayahnya, setelah pemakaman ayahnya, mereka menyelesaikan segala tanggungan orang tuanya tersebut. Setelah tidak ada lagi hutang dan tanggungan lainnya, mereka ingin membagi sisa peninggalan (warisan) yang memang menjadi hak mereka bertiga, seperti wasiat ayahnya tersebut.

Mereka menghitung dan ternyata masih tersisa tujuhbelas ekor unta untuk mereka bertiga. Tentu saja mereka kesulitan untuk membaginya sesuai dengan wasiat ayahnya. Mereka mendatangi beberapa orang pintar dan bijaksana untuk bisa membagi sesuai wasiat ayahnya, tetapi mengalami jalan buntu. Sampai akhirnya seseorang menyarankan untuk meminta tolong kepada khalifah Ali.

Mereka mengirim utusan kepada Khalifah Ali dan beliau bersedia membantu kesulitan saudaranya sesama kaum muslim. Didikan Rasulullah SAW sebagai orang yang zuhud dan tawadhu, membuat Khalifah Ali dengan senang hati mendatangi tempat tinggal mereka dengan menunggangi untanya. Setibanya di sana, mereka menceritakan permasalahannya, dan Khalifah Ali dengan tersenyum berkata, “Bawalah unta-unta itu kemari!!”

Setelah unta-unta dikumpulkan di hadapan Khalifah Ali, beliau berkata, “Aku tambahkan untaku dalam harta warisan ini, sehingga jumlahnya menjadi delapanbelas ekor. Wahai engkau yang tertua, ambillah bagianmu, seper-sembilannya, berarti dua ekor unta!!”

Anak yang tertua mengambil bagiannya dua ekor unta. Kemudian Khalifah Ali berkata lagi, “Wahai engkau yang nomor dua, ambillah bagianmu. Sepertiganya, berarti enam ekor unta!!”

Anak kedua mengambil bagiannya enam ekor unta. Dan beliau berkata lagi, “Dan engkau, wahai yang termuda, ambillah bagianmu seper-duanya, berarti sembilan ekor unta!!”

Anak termuda mengambil bagiannya sebanyak sembilan ekor unta, dan ternyata masih tersisa satu ekor, dan Khalifah Ali berkata, “Masih tersisa satu ekor, dan ini memang milikku, maka aku mengambilnya kembali!!’

Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, “Ana madinatul ‘ilmu, wa aliyyun baabuuha!!” (Sesungguhnya saya ini kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya).

Surga Dan Neraka

Kisah Hikmah Islami
Surga Dan Neraka
Ketika Allah telah selesai menciptakan surga dan neraka, Allah berfirman kepada Malaikat Jibril, “Pergilah ke surga, dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan untuk penghuninya di sana!!”

Malaikat Jibril memenuhi perintah tersebut, dan beberapa waktu kemudian ia datang menghadap kepada Allah dan berkata, “Ya Allah, demi segala keagungan-Mu, tidak seorangpun yang pernah mendengar tentang surga tersebut, kecuali ia sangat ingin memasukinya!!”

Kemudian Allah memerintahkan seorang malaikat lainnya untuk menghiasi (menutupi) surga tersebut dengan hal-hal yang tidak disukai, dan berbagai macam perintah peribadatan yang harus dilakukan untuk bisa memasukinya. Setelah semua itu selesai, Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk sekali lagi melihat keadaan surga. Ketika kembali ke hadapan Allah, ia berkata, “Demi segala keagungan-Mu, ya Allah, aku khawatir tidak seorangpun yang akan mampu untuk memasukinya!!”

Setelah itu Allah berfirman lagi kepada Malaikat Jibril, “Pergilah ke neraka, dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan untuk para penghuninya di sana!!”

Malaikat Jibril memenuhi perintah tersebut, dan ia melihat api neraka itu saling menerkam sebagian atas sebagian lainnya. Beberapa waktu kemudian ia datang menghadap kepada Allah dan berkata, “Ya Allah, demi segala keagungan-Mu, tidak seorangpun yang pernah mendengar tentangnya, kecuali ia sangat ingin lari dari neraka tersebut!!”

Kemudian Allah memerintahkan seorang malaikat lainnya untuk menghiasi (menutupi) neraka tersebut dengan hal-hal yang disukai oleh nafsu syahwat, dan berbagai macam kesenangan lainnya yang terlarang secara syara’. Setelah semua itu selesai, Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk sekali lagi mengunjungi neraka. Ketika kembali ke hadapan Allah, ia berkata, “Demi segala keagungan-Mu, ya Allah, aku khawatir tidak ada seorangpun yang akan luput dari padanya, dan mereka akan memasukinya!!”

Malaikat Izrail Terhalang Mencabut Nyawa

Kisah Hikmah Islami
Malaikat Izrail Terhalang Mencabut Nyawa
Suatu ketika Malaikat Izrail, malaikat yang bertugas mencabut nyawa mendatangi seorang hamba mukmin karena telah tiba saat ajalnya. Hamba mukmin tersebut sangat baik keimanannya, dan memiliki amalan istiqomah hampir di setiap anggota tubuhnya. Malaikat Izrail bermaksud mencabut ruhnya tersebut dari mulut seperti biasanya, tiba-tiba dari mulut itu keluar perkataan, “Wahai Izrail, tidak ada jalan bagimu untuk mencabut ruhnya dari sini, aku selalu dipergunakan oleh hamba ini untuk berdzikir kepada Allah!!”

Walaupun Malaikat Izrail biasanya bersifat pemaksa dan tidak bisa dihalangi ketika menjalankan tugasnya, tetapi dalam kasus hamba mukmin yang satu ini, sepertinya ia tidak berkutik dan tidak berdaya. Karena itu ia kembali menghadap Allah melaporkan kegagalannya menjalankan tugas mencabut nyawa, sambil menjelaskan penyebabnya, yang tentunya Allah lebih tahu sebelumnya. Allah SWT hanya berfirman, “Cabutlah nyawanya dari arah yang lain!!”

Malaikat Izrail mendatangi lagi hamba mukmin tersebut, dan mencoba mencabut nyawanya lewat tangannya. Tetapi seperti sebelumnya, dari tangannya tersebut keluar ucapan, “Wahai Izrail, tidak ada jalan bagimu untuk mencabut ruhnya dari sini, aku selalu dipergunakan oleh hamba ini untuk bersedekah, menyantuni anak yatim, berdakwah dan berjihad di jalan Allah!!”

Seperti sebelumnya, Izrail tidak berdaya menghadapi hujjah tersebut dan melaporkannya ke hadirat Allah, dan lagi-lagi Allah hanya berfirman, “Cabutlah nyawanya dari arah yang lain!!”

Beberapa kali Malaikat Izrail mendatangi anggota badan lainnya dari hamba mukmin tersebut, untuk menjadi jalan mencabut nyawanya tetapi ia mengalami kegagalan. Dan ia pulang-balik beberapa kali ke hadirat Allah untuk melaporkannya dan hanya mendapat perintah yang sama.

Ketika mencoba mencabut nyawanya lewat kakinya, sang kaki berkata, “Wahai Izrail, tidak ada jalan bagimu untuk mencabut ruhnya dari sini, aku selalu dipergunakan oleh hamba ini untuk berjalan ke masjid untuk shalat jamaah, mendatangi majelis-majelis ilmu dan pengajaran, berdebu di jalan Allah (berjihad), dan berbagai macam kebaikan lainnya!!”

Ketika mencoba mencabut nyawanya lewat telinganya, sang telinga berkata, “Wahai Izrail, tidak ada jalan bagimu untuk mencabut ruhnya dari sini, aku selalu dipergunakan oleh hamba ini untuk mendengarkan Al Qur’an dan pengajaran-pengajaran agama (ta’lim), begitu juga ia banyak berdzikir dengan aku!!’

Ketika mencoba mencabut nyawanya lewat matanya, sang mata berkata, “Wahai Izrail, tidak ada jalan bagimu untuk mencabut ruhnya dari sini, aku selalu dipergunakan oleh hamba ini untuk membaca Al Qur’an dan berbagai macam kitab-kitab tentang keislaman. Begitu juga ia telah banyak melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dengan diriku sehingga makin memantapkan keimanannya!!”

Begitulah, setelah berbagai macam jalan dicoba dan Malaikat Izrail mengalami kegagalan karena hujjah anggota tubuhnya tersebut dengan amalan istiqomah yang dilakukan sang hamba, ia melapor kepada Allah, “Wahai Tuhanku, aku telah dikalahkan (dilumpuhkan) dengan hujjah (alasan-alasan) dari anggota tubuh hamba-Mu yang beriman itu, lalu bagaimana aku harus mencabut nyawanya?”

Kali ini Allah berfirman, “Tulislah nama-Ku di atas telapak tanganmu dan tunjukkan tulisan itu kepada hamba-Ku itu!!”

Malaikat Izrail melaksanakan perintah Allah itu dan turun menemui hamba mukmin tersebut. Ia menunjukkan telapak tangannya yang di sana telah tertulis Asma Allah, di depan matanya. Segera saja tampak senyum mengembang dan mata berbinar penuh kerinduan, kemudian ruh hamba mukmin tersebut keluar dengan sendirinya lewat mulutnya, menuju rengkuhan Malaikat Izrail, yang memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Seolah-olah ruh itu mendengar panggilan Allah : Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji’ii ilaa rabbiki raadhiyatan mardhiyyah, fadkhulii fii ‘ibaadii, wadkhulii jannatii…

Ketika Malaikat Protes

Kisah Hikmah Islami
Ketika Malaikat €Protes
Ketika Allah SWT berkehendak untuk menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, malaikat melakukan “protes” tentang tindakan merusak dan kemaksiatan yang akan dilakukan oleh manusia, sebagaimana yang telah dilakukan oleh jenis jin yang telah mendiami bumi. Bahkan para malaikat ini agak membanggakan diri dengan berkata, “Ya Allah, mengapakah Engkau menciptakan manusia yang akan berbuat kerusakan dan berbuat maksiat di muka bumi, sementara kami selalu bertasbih (memahasucikan, membaca subkhaanallah) dan bertahmid (memuji, membaca hamdalah) serta ber-taqdis (meng-qudus-kan, menyucikan dan membersihkan Engkau dari hal yang tidak layak)”

Tentu saja para malaikat itu tidak tahu, bahwa ketika Allah berkehendak menciptakan alam semesta dan segala isinya, hanyalah karena kecintaan-Nya kepada ar-Ruh al-Muhammadiyah, ruh Nabi Muhammad SAW yang nantinya “ditiupkan” pada mahluk berjenis manusia, jenis mahluk yang “diputuskan” Allah sebagai yang termulia. Maka, kebanggaan para malaikat itu, dijawab Allah dengan kesombongan yang memang hanya pantas untuk-Nya dan bukan selain-Nya, dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!!”

Allah al Khaliq, hanya Allah yang Maha Pencipta, hanya Allah yang sebenarnya Maha Pencipta skenario kehidupan. Ketika Nabi Adam AS telah diciptakan, Allah berkehendak mengajarkan segala “nama-nama” kepadanya, kemudian dikonfrontasikan dengan malaikat dalam suatu forum semacam “cerdas-cermat”. Tentu saja para malaikat tidak berkutik dan kalah telak dalam “pertandingan” tersebut, karena Allah memang tidak mengajarkan hal-hal itu kepadanya. Dan puncaknya, para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, bukan sujud ubudiyah, tetapi sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan kemuliaan Adam sebagaimana dikehendaki Allah SWT. Mereka semua patuh bersujud kepada Adam kecuali Iblis, yang tetap bertahan dengan kesombongannya.

Kisah tersebut di atas telah sangat kita kenali karena diabadikan dalam beberapa ayat Al Qur’an, antara pada Surat Al Baqarah ayat 30-34. Berlalulah waktu, Nabi Adam AS telah turun ke bumi dan anak keturunannya mulai banyak dan menyebar. Tindakan ‘kriminal’ diawali oleh Qabil yang membunuh adiknya Habil, yang kemudian terus berkembang dan meluas, bahkan tindakan merusak lainnya dilakukan oleh anak cucu Adam. Bisa jadi lebih parah daripada yang dilakukan oleh para jin, ketika diserahi untuk ‘mengelola’ bumi sebelumnya.

Melihat ‘pemandangan’ di bumi seperti itu, dalam suatu ‘forum’ sekali lagi para malaikat itu melontarkan pertanyaan yang bernada protes kepada Allah seperti sebelumnya, “Ya Rabbi, apakah Engkau jadikan di bumi itu orang-orang yang merusak dan menumpahkan darah, padahal kami tetap bertasbih dan bertahmid, selalu men-sucikan dan memuji-muji Engkau?”

Dan sebagaimana pada awal penciptaan Nabi Adam, Allah SWT hanya berfirman, “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!!”

Para malaikat berkata, “Kami lebih taat kepada-Mu daripada anak Adam, Ya Allah!!”

Para malaikat itu lupa, kalau mereka selama ini selalu taat dan beribadah, itu karena Allah telah melakukan “setting” seperti itu. Mereka selalu taat karena memang Allah menghendaki mereka “hanya” untuk taat, tidak diberikan pilihan lain. Berbeda dengan jin dan manusia yang memang diberikan Allah “kemampuan” memilih perbuatan yang diinginkannya, diberikan sebagian sangat kecil dari sifat-sifat Allah seperti berkehendak, berkuasa, mengetahui dan beberapa sifat lainnya, dalam rangka mengemban tugas sebagai “khalifah” di bumi. Termasuk juga dibekali dengan hawa nafsu untuk memelihara kelangsungan hidup manusia, dengan segala macam konsekwensinya.

Allah SWT yang tentunya sangat memahami “kegalauan” para malaikat tersebut, berkehendak untuk melanjutkan “kompetisi” yang pernah terjadi antara mereka dengan Adam, Dia berfirman, “Pilihlah dua malaikat di antara kalian, untuk menjalani ujian sebagaimana anak Adam menjalani ujian kehidupan di bumi, dan perhatikanlah apa yang akan mereka lakukan!!”

Para malaikat memilih dua di antara mereka yang sangat saleh dan cukup dekat kedudukannya dengan Allah, mereka berkata, “Inilah dia ya Allah, Harut dan Marut!!”

Allah “membekali” dua malaikat tersebut dengan hawa nafsu sebagaimana anak Adam, dan diperintahkan untuk turun ke bumi dan bergaul dengan manusia.

Tentu saja pada awalnya mereka berdua tampak sangat alim dan abid, hawa alam malakut masih cukup kental mewarnai mereka berdua. Beberapa waktu berlalu, Allah SWT mempertemukan mereka dengan seorang wanita yang sangat cantik bernama Azzahrah. Walau penampilan dua malaikat tersebut sangat sempurna, tetapi Azzahrah sama sekali tidak tertarik. Sebaliknya dengan dua malaikat tersebut, tampaknya “bekal” nafsu yang diberikan Allah kepada keduanya telah mulai bekerja. Dua malaikat yang sangat taat kepada Allah ketika berada di alam malakut ini, tergila-gila dan merayu Azzahrah untuk menjadi istrinya, tetapi wanita tersebut tidak bergeming, memang dikehendaki Allah seperti itu. Tetapi dorongan nafsu yang pertama kali dirasakannya itu, bukan mereda dengan penolakan Azzahrah, justru berkobar-kobar.

Azzahrah memang dijadikan Allah khusus untuk menguji malaikat Harut dan Marut, sekaligus pembelajaran bagi para malaikat lainnya yang menonton secara “live” kiprah dua malaikat yang telah dibekali nafsu, sebagaimana manusia tersebut. Ketika keduanya makin memaksa, Azzahrah berkata, “Baiklah kalau demikian, aku setujui permintaan kalian, tetapi kalian harus memenuhi syarat-syaratku!!”

“Apakah syaratnya?”

“Kalian harus mengucapkan kalimat-kalimat syirik!!”

“Demi Allah, kami tidak akan menyekutukan Allah selama-lamanya!!” Kata keduanya, “Berikanlah kami syarat yang lainnya!!”

“Baiklah kalau begitu!” Kata Azzahrah. Ia beranjak pergi, dan sesaat kemudian ia datang dengan membawa seorang anak kecil, dan berkata kepada keduanya, “Bunuhlah anak kecil ini, dan aku akan menuruti kemauanmu!!”

“Demi Allah, kami tidak akan pernah membunuh manusia selamanya!!” Kata Harut dan Marut, “Berikanlah kami syarat yang lainnya!!”

“Baiklah kalua begitu!” Kata Azzahrah. Ia beranjak pergi, dan sesaat kemudian ia datang dengan membawa seorang anak kecil, dan berkata kepada keduanya, “Bunuhlah anak kecil ini, dan aku akan menuruti kemauanmu!!”

“Baiklah kalau begitu!” Kata Azzahrah. Ia beranjak pergi, dan sesaat kemudian ia datang lagi dengan membawa dua gelas minuman keras (khamr), dan berkata, “Demi Allah, aku tidak akan pernah menuruti kemauan kalian berdua kecuali jika kalian mau meminum khamr ini!!”

Dua malaikat itu mulai mempertimbangkan pilihan ketiga ini. Mereka tahu bahwa minum khamr memang dilarang, tetapi dalam pengertian dan logikanya, dosanya tidaklah seberapa jika dibandingkan dosa membunuh seorang anak dan musyrik. Karena dorongan nafsu yang telah memuncak, mereka memenuhi permintaan Azzahrah minum khamr yang dibawanya tersebut.

Tidak terlalu lama, reaksinya langsung terlihat. Kalau tadinya mereka bermaksud untuk menikahi Azzahrah, dengan tumpulnya akal karena pengaruh khamr, dorongan nafsunya yang lebih mengedepan. Melihat kecantikan Azzahrah yang begitu menggoda, apalagi tidak ada penolakan karena keduanya memenuhi permintaannya minum khamr, mereka terlibat perzinahan dengan Azzahrah. Ketika mereka menyadari ada anak kecil yang menyaksikan perbuatannya itu, mereka berdua membunuhnya. Dan tanpa sadar pula, mereka mengucapkan kalimat-kalimat yang menunjukkan kesyirikan kepada Allah.

Beberapa waktu kemudian pengaruh khamr itu berangsur menghilang, dan kedua malaikat itu kembali kepada akal sehatnya. Azzahrah berkata kepada keduanya, “Tahukah kalian, apa yang telah kalian lakukan waktu kalian mabuk?”

“Apa yang kami lakukan?”

“Demi Allah, semua yang kalian menolaknya itu, kalian telah melakukannya. Kalian telah berzina denganku, kemudian kalian membunuh anak kecil itu, dan kalian juga mengucapkan kalimat-kalimat yang mengandung kesyirikan!!”

Setelah mengucapkan itu, Azzahrah berlalu pergi, dan kedua malaikat itu, Harut dan Marut menangis penuh sesal. Keduanya dipanggil kembali menghadap Allah dan diizinkan memilih untuk menebus kesalahannya tersebut dengan azab dunia atau azab akhirat. Mereka berdua memilih untuk diazab waktu di dunia ini. Dan setelah peristiwa tersebut, para malaikat tidak pernah lagi mempertanyakan atau memprotes “kebijakan” yang diambil Allah, seburuk apapun yang dilakukan oleh anak Adam.

Tidak ada penjelasan pasti, bagaimana bentuk azab yang dialami oleh mereka berdua. Kalau kita mempelajari QS Al Baqarah ayat 102, disana disebutkan bahwa dua malaikat yang diturunkan di daerah Babilon, Irak, bernama Harut dan Marut mengajarkan sihir. Jin kafir (syaitan) dan manusia yang ingkar mempelajari ilmu sihir tersebut dari mereka berdua, walau sebelum mengajarkannya, Harut dan Marut selalu berkata atau memberi nasehat, “Sesungguhnya kami ini adalah fitnah (ujian), karena itu janganlah kalian ingkar!!”

Tampak sekali kontradiksinya, bahwa kedua malaikat itu mengajarkan sesuatu yang sebenarnya mereka berdua tidak ingin mengajarkannya. Tetapi ketika syaitan dan manusia yang fasiq dan ingkar memaksa untuk mempelajarinya (berguru), kedua malaikat itu tidak berdaya menolaknya. Padahal mereka tahu, dengan ilmu yang diajarkannya tersebut (yakni ilmu sihir), manusia dan syaitan akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, bahkan cenderung kepada kesyirikan. Termasuk misalnya memisahkan/menceraikan seseorang dari istrinya.

Bisa jadi apa yang dijabarkan oleh QS Al Baqarah 102 itu merupakan “azab” yang memang harus ditanggung oleh Harut dan Marut. Bisa dibayangkan, bagaimana tersiksanya perasaan kita jika kita “dipaksa” melakukan sesuatu yang kita tidak ingin melakukannya, atau kita benci melakukannya. Begitulah dengan dua malaikat tersebut, yang sebelumnya selalu menjalankan ketaatan, selalu bertasbih, bertahmid dan bertashdiq (meng-qudus-kan) kepada Allah, tiba-tiba diperintahkan (dipaksa) mengajarkan sesuatu (yakni sihir), yang dengan sesuatu itu manusia dan jin jadi ingkar dan maksiat kepada Allah, bahkan terjatuh dalam kemusyrikan. Seolah-olah Allah memaksa “melibatkan” keduanya dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah. Wallahu A’lam.

Kisah Hikmah Islami Tawakalnya Seekor Semut

Kisah Hikmah Islami
Tawakalnya Seekor Semut
Allah SWT menganugerahi Nabi Sulaiman AS sebuah mu’jizat bisa berbicara dengan binatang, suatu ketika beliau bertemu seekor semut dan bertanya, “Berapakah rezeki yang engkau perlukan untuk hidupmu setahun?”

Sang semut berkata, “Sebutir gandum!”

“Hanya sebutir gandum?” Kata Nabi Sulaiman, hampir tidak percaya.

“Ya, hanya sebutir gandum!!” Kata sang semut menegaskan.

Nabi Sulaiman menempatkan semut tersebut dalam suatu wadah tertutup, dan memberikan sebutir gandum untuk keperluan hidupnya.

Setahun kemudian Nabi Sulaiman membuka wadah tertutup itu, dan beliau melihat gandum tersebut masih ada separuh, dan semut tersebut dalam keadaan sehat-sehat saja. Beliau berkata kepada sang semut, “Engkau bilang jatahmu satu butir gandum setahun, mengapa masih ada separuhnya setelah setahun ini?”

Sang semut berkata, “Kalau aku di luar sana, Allah yang menjamin rezekiku, dan aku bertawakkal kepada-Nya. Allah tidak akan pernah lupa dan lalai dengan rezeki yang menjadi bagianku. Karena engkau menempatkanku di tempat tertutup, dan engkau memaksa aku ‘tawakal’ kepada engkau, maka aku hanya memakan separuh jatahku. Aku tidak yakin apa engkau akan ingat kepadaku setelah setahun ini, karena itu aku mencadangkan separuhnya, kalau-kalau engkau lupa dengan jatahku!!”

Nabi Sulaiman bersujud dan mengucapkan kalimat-kalimat pujian akan Kebesaran dan Keadilan Allah.

Karena Taat Kepada Ibunya

Kisah Hikmah Islami
Karena Taat Kepada Ibunya
Di masa Nabi Musa AS, ada seorang lelaki yang saleh dari kalangan Bani Israil. Ia mempunyai seorang istri dan anak yang masih kecil. Ketika ia sakit dan merasa waktu ajalnya telah dekat, ia membawa satu-satunya ternak yang dimilikinya, yakni seekor anak lembu (sapi) ke hutan, dan berdoa, “Ya Allah, aku titipkan anak lembu ini kepada-Mu untuk keperluan anakku jika ia telah dewasa!!”

Setelah itu ia melepaskan anak lembu tersebut, yang segera saja lari ke dalam hutan. Lelaki itu menceritakan kepada istrinya tentang lembu tersebut, dan tidak lama berselang ia meninggal dunia. Anak lembu itu sendiri hidup secara liar di dalam hutan tanpa penggembala. Jika ada orang yang melihat dan menemukannya, lembu itu segera lari ke dalam hutan dan tidak pernah bisa ditemukan.

Setelah menginjak remaja, anak itu menjadi seorang yang saleh seperti ayahnya dan sangat taat kepada ibunya. Waktu siang harinya digunakan untuk bekerja mencari kayu di hutan dan menjualnya di pasar. Uang hasil penjualannya itu dibagi tiga, sepertiga untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, sepertiga diberikan kepada ibunya, dan sepertiga sisanya disedekahkan di jalan Allah. Waktu malam juga dibaginya menjadi tiga, sepertiga malam pertama untuk menjaga ibunya, sepertiga pertengahan untuk tidur (istirahat), dan sepertiga terakhir untuk beribadah kepada Allah hingga pagi menjelang.

Suatu ketika Sang Ibu memanggil putranya tersebut dan berkata, “Wahai anakku, ayahmu meninggalkan warisan seekor anak lembu yang “dititipkan” kepada Allah di hutan. Pergilah engkau ke dalam hutan, dan berdoalah kepada Allah, Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, agar Dia “mengembalikan” titipan ayahmu tersebut kepadamu. Tandanya, anak lembu itu berwarna kuning, jika tertimpa cahaya matahari akan berkilau laksana emas.”

Anak itu segera pergi ke hutan memenuhi perintah ibunya. Ketika ia melihat seekor lembu berwarna kuning, yang tentunya telah menjadi lembu dewasa yang besar sedang makan rumput,ia segera berdoa kepada Allah seperti diajarkan ibunya. Usai berdoa, ia berkata kepada lembu itu, “Wahai lembu, aku panggil engkau demi Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, segeralah engkau datang kemari!!”

Lembu itu segera berlari mendekatinya dan berdiri tegak di hadapannya. Pemuda itu memegang lehernya dan menuntunnya pulang. Tanpa disangka-sangka, dengan ijin Allah, sang lembu berbicara kepadanya, “Wahai anak muda yang taat kepada ibumu, naiklah engkau ke atas punggungku agar meringankan beban perjalananmu!!”

Walau sempat terkejut dengan berbicaranya lembu itu, ia berkata, “Ibuku tidak menyuruhku untuk mengendaraimu, tetapi beliau menyuruhku untuk memegang lehermu menuntun pulang ke rumah ibuku!!”

Sang lembu berkata lagi, “Demi Tuhannya Bani Israil, jika engkau bermaksud mengendaraiku, tentu engkau takkan bisa melakukannya (karena ibumu tidak memerintahkan seperti itu). Wahai anak muda, seandainya engkau memerintahkan bukit itu untuk berpindah, tentulah bukit itu akan pindah, semua itu karena taat dan baktimu kepada ibumu!!”

Pemuda itu tidak menanggapi pujian sang lembu tersebut, dan terus menuntunnya pulang dan menyerahkan kepada ibunya. Sang ibu berkata, “Hai anakku, engkau miskin, dan tidak memiliki harta apapun. Berat bagimu untuk mencari kayu di hutan setiap harinya, dan tetap menjalankan shalat di malam harinya. Karena itu juallah lembu ini di pasar…!!”

“Berapa harus saya jual lembu ini, wahai ibu?” Tanya sang pemuda.

“Tiga dinar, dan jika tidak sejumlah itu, janganlah dijual sebelum bermusyawarah denganku!!” Kata ibunya.

Tiga dinar adalah harga yang wajar untuk seekor lembu pada saat itu. Pemuda itu menuntun lembunya ke pasar, tetapi sebelum sampai di sana, ada seeorang yang mencegat langkahnya dan berkata, “Berapakah engkau akan menjual lembu ini!”

“Tiga dinar!!”

Lelaki itu berkata, “Lembu ini sangat bagus, biarlah aku membelinya seharga enam dinar!!”

“Ibuku memerintahkan menjualnya seharga tiga dinar, jika engkau ingin membayarnya enam dinar, aku harus meminta ridha ibuku dahulu!!” Kata pemuda itu.

“Tidak usahlah meminta ridha ibumu, bukankah itu sudah melebihi harga yang diinginkannya?”

“Andaikata engkau membeli dengan uang emas seberat lembu ini, aku tidak bisa menerimanya jika ibuku belum meridhainya. Biarlah aku pulang dahulu untuk meminta ridha beliau!!” Kata sang pemuda.

Ia pulang lagi dan menceritakan kepada ibunya apa yang dialaminya dengan orang yang ingin membeli lembu tersebut. Sang ibu berkata, “Baiklah kalau begitu, juallah lembu ini seharga enam dinar.”

Sang pemuda kembali menuntun lembunya ke pasar. Sebelum ia sampai di sana, lelaki yang tadi itu telah menunggunya, dan berkata, “Lembu milikmu itu semakin menarik saja, biarlah aku membayarnya seharga duabelas dinar, dan engkau tidak perlu pulang-balik lagi kepada ibumu!!”

Pemuda itu berkata, “Ibuku telah ridha dengan harga enam dinar, jadi bayarlah dengan seharga itu!!”

“Tidak bisa,” Kata lelaki itu, “Tidak sepantasnya jika kubayar seharga enam dinar, aku berbuat dholim jika tidak membayar seharga duabelas dinar…!!”

Pemuda itu berkata, “Kalau begitu, biarlah aku pulang dahulu untuk meminta ridha ibuku!!”

Pemuda itu kembali lagi kepada ibunya dan menceritakan apa yang dialaminya dengan lelaki tersebut. Mendengar penjelasan anaknya itu, sang ibu berkata, “Yang datang kepadamu itu adalah malaikat yang ingin mengujimu. Jika engkau bertemu lagi dengannya, tanyakan kepadanya, apakah lembu ini boleh dijual?”

Ketika sang pemuda kembali ke pasar dan bertemu dengan lelaki itu, yang tak lain adalah malaikat, sang pemuda menyampaikan pertanyaan ibunya. Sang malaikat berkata, “Sungguh aku diperintahkan Allah untuk memberitahukan, agar kalian mempertahankan lembu itu. Suatu saat nanti akan terjadi pembunuhan di kalangan Bani Israil, dan Nabi Musa bin Imran akan membutuhkan lembu ini. Jika mereka datang untuk membelinya, janganlah dilepaskan (dijual) kecuali dengan harga emas seberat timbangan lembu itu…!!”

Begitulah, ketika terjadi peristiwa pembunuhan misterius di kalangan Bani Israil, dan Nabi Musa AS, atas perintah dari Allah SWT, mensyaratkan menyembelih seekor lembu dengan spesifikasi tertentu, sebagaimana diabadikan dalam QS Al Baqarah 67-73, lembu tersebut dibeli Bani Israil dengan harga yang dipesankan malaikat tersebut.

Yang Terakhir Masuk Surga

Kisah Hikmah Islami
Yang Terakhir Masuk Surga
Pada hari kiamat kelak, ketika semua manusia telah selesai dihisab dan memasuki tempatnya masing-masing, di surga atau di neraka, Allah berkehendak untuk menyelamatkan para penghuni neraka yang “pernah” menyembah Allah, walau hanya sesaat. Allah memerintahkan beberapa malaikat “menjelajah” neraka untuk menemukan mereka itu, yakni mereka yang masih tampak tersisa bekas-bekas sujud yang tidak terbakar api neraka. Dari bekas sujud yang tampak cukup besar dan sangat jelas, atau yang terlihat sangat kecil dan samar-samar.

Ketika mereka semua itu ditemukan dan diangkat dari neraka, keadaan tubuhnya hitam terbakar seperti arang. Kemudian dituangkan kepada mereka ma’ul khayaah (air kehidupan), dan mereka tumbuh bagaikan tumbuhnya bibit tumbuhan di tanah bekas banjir, dalam keadaan segar dan sebaik-baiknya penampilan. Sekali lagi Allah “memasang” mizan (timbangan amal), dan sebagian besar dari mereka dipersilahkan memasuki surga karena keburukan dan kejahatannya telah habis setelah “dicuci” di neraka. Tetapi tertinggal satu orang di antara surga dan neraka, walaupun keburukannya telah habis terbakar di neraka, tetapi sisa kebaikannya tidak cukup memberatkan mizan untuk bisa mengantarkannya ke surga.

Dia itulah orang terakhir yang akan masuk surga, karena kasih sayang dan rahmat Allah. Tetapi tampaknya Allah tidak akan membiarkannya begitu saja memasuki surga tanpa “mencandainya” terlebih dahulu, sebagai bentuk kasih sayang-Nya. Sekaligus memaksimalkan kegembiraannya ketika nantinya masuk surga.

Allah menghadapkan wajahnya ke arah neraka. Setelah beberapa waktu lamanya, ia berdoa, “Wahai Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka ini, baunya amat menyakitkan diriku, dan panasnya bisa membakarku!!”

Allah berfirman kepadanya, “Apabila permintaanmu itu Aku kabulkan, apakah engkau akan meminta lagi kepada-Ku?”

Orang itu berkata, “Tidak, ya Allah, demi kemuliaan-Mu!!”

Kemudian Allah membuat “semacam” perjanjian dengannya untuk tidak meminta lagi, dan Allah memalingkan wajahnya dari neraka ke arah surga. Ia bersyukur telah dihindarkan dari pemandangan neraka dan melihat pemandangan surga. Tetapi namanya manusia yang masih memiliki nafsu, walau saat itu telah menjadi nafsu yang diridhoi Allah dan nafsu yang ridho kepada Allah (rodhiyallahu ‘anhum wa rodhuu ‘anhu / an-nafsul muthma-innah…roodhiyatan mardhiyyah), melihat pemandangan yang begitu indah hanya dari kejauhan, bangkit keinginannya untuk melihat lebih dekat. Tetapi ia “terhalang” dengan perjanjian yang telanjur disetujuinya dengan Allah, karena itu ia hanya diam.

Beberapa saatnya ia diam, tetapi pergolakan hati dan nafsunya untuk lebih dekat kepada surga tidak pernah “diam”. Tampaknya ia tidak tahan lagi untuk meminta (berdoa) walau telah berjanji untuk tidak meminta. Ia menyadari, tidak Dzat yang paling sabar, paling memaafkan, yang tidak pernah jemu untuk mengabulkan walau tidak pernah mematuhi dan selalu melanggar larangan-Nya, kecuali Allah SWT. Bahkan keberadaannya saat itu tidak lepas sifat-sifat Rahman dan Rahim Allah itu. Kalau bukan Allah yang mengadilinya saat itu, pantasnya ia tetap berada di neraka selama-lamanya.

Ia memberanikan diri untuk berdoa (meminta) lagi, “Wahai Tuhanku, bawalah aku ke dekat pintu surga!!”

Allah berfirman, “Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta lagi, selain yang telah engkau minta sebelumnya?”

Ia berkata memelas, “Wahai Tuhanku, jangan hendaknya Engkau jadikan aku mahluk-Mu yang paling malang!!”

Allah berfirman kepadanya, “Apabila permintaanmu itu Aku kabulkan, apakah engkau akan meminta lagi kepada-Ku?”

Orang itu berkata, “Tidak, ya Allah, demi kemuliaan-Mu, aku tidak akan meminta yang lain lagi!!”

Kemudian Allah membuat “semacam” perjanjian lagi dengannya untuk tidak meminta yang lainnya lagi dan Allah mendekatkannya ke pintu surga.Ia sangat gembira dengan tempatnya tersebut. Keindahan surga, bunga-bunganya, kemewahan-kemewahannya, gemerlap-gemerlapnya, kesenangan-kesenangannya, bidadari-bidadarinya dan berbagai macam kenikmatan yang tidak pernah terbayangkan olehnya terpampang di depan matanya tanpa halangan.

Setelah beberapa waktu lamanya menikmati pemandangan surga yang penuh kenikmatan itu, lagi-lagi nafsu manusianya tergerak untuk bisa memasuki surga, tidak sekedar berdiri di pintunya seperti saat itu. Tetapi teringat akan janji yang telah diberikannya kepada Allah ia jadi terdiam. Pergolakan nafsu dan hatinya makin menggelora, dan hal itu memang digerakkan oleh Allah, karena itu ia “nekad” untuk melanggar janjinya dan berkata, “Wahai Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga!!”

Allah berfirman kepadanya, “Sayang sekali, wahai anak Adam,alangkah khianatnya dirimu! Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta sesuatu lagi selain permintaanmu sebelumnya!!”

Lagi-lagi ia berkata memelas, “Wahai Tuhanku, jangan hendaknya Engkau jadikan aku mahluk-Mu yang paling celaka!!”

Allah tertawa mendengar pernyataannya tersebut dan mengijinkannya memasuki surga. Baru beberapa langkah di surga, Allah berfirman, “Mintalah segala apa yang kamu inginkan!!”

Tentu saja orang tersebut sangat gembira mendengar perintah Allah tersebut. Ia menyebutkan daftar permintaan dari semua apa yang dilihatnya tersebut, termasuk beberapa hal yang terlintas di pikirannya. Setelah ia kehabisan “data” permintaannya dan berhenti berbicara, Allah berfirman kepadanya, “Mintalah tambahannya ini dan itu…!!”

Allah menyebutkan sesuatu yang belum masuk dalam permintaannya, dan ia segera memohon untuk diberikan tambahan seperti itu. Beberapa kali Allah mengingatkan beberapa hal dan kenikmatan kepadanya, dan ia memohon untuk bisa diberikan tambahan seperti itu. Akhirnya Allah berfirman kepadanya, “Apakah engkau telah puas?”

“Saya telah puas, ya Allah!!” Katanya.

Dan Allah SWT menetapkan untuknya, “Bagimu, apa yang telah engkau minta itu semuanya, dan tambahannya sebanyak itu pula (artinya dilipatkan dua kali dari daftar permintaannya).”

Dalam riwayat lainnya disebutkan, Allah berfirman kepadanya, “Bagimu, apa yang telah engkau minta itu semuanya, dan dilipat-gandakan sepuluh kalinya!!”

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai